Katakan Tidak Untuk PACARAN !

Alhamdulillah hirabbil alamin, washolatu wassalmu alaa asrofil mursalin, saidina wamaulana muhammadi wa�ala alihi washoh bihi ajma�in, amma ba�du

Tulisan ini saya buat teruntuk saudara-saudara ku sesama Muslim agar menjadi jelas antara yang haq dan bathil.

Semoga kita tetap dalam Bimbingan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan diberikan hidayah olehNya. Sungguh Nikmat Islam dan hidayah ini tak terkira IndahNya bagi saudara-saudara ku yang mengerti.

Mungkin tulisan saya tak begitu bagus daripada tulisan para Alim Ulama yang lain, tapi saya disini ingin berbagi ilmu dan pengalaman.

Sip, okelah klo begitu.. Yup pengalaman, mungkin bukan pengalaman bahwa saya punya banyak pacar, BUKAN itu. hehehhe 
Tapi untuk mengukuhkan hati kita agar mengatakan TIDAK untukPACARAN.
Sebelumnya mari kita ingat mengenai Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:

"Semua anak Adam juru salah ... dan sebaik-baik orang-orang salah itu yang cepat bertaubat."
Telah jelas sudah bagi kita untuk segera bertaubat kawan!
Sekarang saya akan membahas mengapa TIDAK untuk PACARAN?
Sekarang mari kita berfikir tentang pacaran?
Apa, Mengapa, Bagaimana, Kenapa, Kapan, Dimana?

Telah jelas lah antara haq dan bathil kawan, yang membuat semua abu-abu itu adalah Syaitan karena Syaitan lah yang membuat antara benar dan salah itu tak jelas membuat hati kalian ragu dan jangan sampai hati kalian membenarkan hal yang salah karena hati telah dikuasai Syaitan.

Oke, kalian saudara ku se-Iman, mengapa kalian pacaran?
Tak ada baiknya Pacaran itu kawan, renungkan lah ingat kata-kataku ini:
"PACARAN dan CINTA yang timbul tanpa diRidha-i Allah (Belum Menikah) hanya akan membuat kalian tersiksa, dan JIKA kalian bahagia pun itu hanyalah FATAMORGANA" by AhmedRidho

Mungkin kalian bertanya mengapa???
Oke deh saya jawab:
Karena Banyak hal BURUK pacaran sebelum Allah meridha-i (belum menikah)
  • Kesenangan FATAMORGANA
  1. Senang tapi menyiksa hati
  2. Kalian tersiksa karna Allah belum meridha-i hubungan kalian
  3. Kalian lebih dekat dengan perbuatan-perbuatan zina, hal ini yang utama yang diperbincangkan oleh remaja, mereka berkata "saya ga zina ko". Tapi Apakan kalian tahu bahwa yang kalian lihat itu belum haq, Oke kalian pacaran jarak jauh, kalian ga bertemu sama sekali hanya berhubungan lewat SMS, tapi ingat apakah kalian bisa menjaga HATI kalian? Dengan segala angan-angan jauh yang ISLAM melarangnya. Membayangkan tentang diri pasangan kita yang Allah belum meridhai hubungan kalian? Dan apakah kalian bisa menjaga pandangan saat bertemu dengannya, padahal telah jelas bahwa itu bukan yang Allah Subhanahu Wa Ta'ala sukai. Dan akan membuat kita akan berandai-andai tentang masa depan dengan orang yang kita pacari dan membuat kita kufur nikmat dengan kata-kata kita senadainya saja,.. bla.. bla.
  4. Oke kalian sekarang senang, tapi saat kalian berpisah? Apa yang terjadi SAKIT banget, karena kalian menaruh cinta kepada MakhlukNya bukan kepada yang menciptankan Sang Makhluk.

  • Hal BURUK ?
  1. Telah jelas bahwa Segala sesuatu yang Allah Subhanahu Wa Ta'ala belum dan tidak meridha-i nya akan berakibat buruk.
  2. Membuat kita dekat dengan dosa bukan dekat dengan Allah Subhanahu Wa Ta'ala
  3. Hubungan yang kalian jalani bukan bernilai ibadan malahhan dosa
  4. Mendekatkan kepada diri kepada kehidupan Dunia
Kenapa ga PACARAN?
Karena ku menghormati saudariku, Seperti tulisan ku di Betapa Mulianya Wanita
Saya tidak ingin dia menjadi tak mulia disisiNya dan disisi MakhlukNya

JANGAN takut untuk tidak PACARAN !!!

Sebagaimana ayat-ayat cinta yang difirmankan oleh Rabb kita azza wa jalla, �Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.� (QS. An-Nur : 3)

Telah jelas pada ayat itu, bahwa jika kita menginginkan pasangan sholeh atau pun sholeha maka, jadilah sholeh dan dekat pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, jika tidak kita akan mendapatkan pasangan hidup yang tidak sholeh/sholeha.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah memasangkan antara yang buruk dnegan yang buruk dan yang baik Sdengan yang baik, maka jika kita menginginkan jodoh yang baik, jadilah BAIK kita disisiNya.

Cukuplah Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Jangan sampai PACARAN itu membuat kalian nyaman dan terus-menerus dalam linkaran dosa dan godaan Syaitan.
yaa ayyuhaa alladziina aamanuu ittaquu allaaha haqqa tuqaatihi walaatamuutunna illaa wa-antum muslimuuna
[QS: 3:102] Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.


Alhamdulillah, hanya Allah Subhanahu Wa Ta'ala saja yang dapat memberi hidayah dan semua kebenaran berasal dariNya dan kesalahan dan kelemahan ada pada MakhlukNya.
Berdoalah agar Allah senantiasa melindungi kita dan menuntun kita dijalanNya hingga akhir hayat, dan berdoalah agar kita bisa Istiqomah, Amiin..

Wallahu A'lam bissawa

Kisah Nyata: Akhir hayat penggemar musik dan pencinta Al-Qur'an


Tatkala masih di bangku sekolah, aku hidup bersama kedua orangtuaku dalam lingkungan yang baik. Aku selalu mendengar do’a ibuku saat pulang dari keluyuran dan begadang malam. Demikian pula ayahku, ia selalu dalam shalatnya yang panjang. Aku heran, mengapa ayah shalat begitu lama, apalagi jika saat musim dingin yang menyengat tulang.
Aku sungguh heran. Bahkan hingga aku berkata kepada diri sendiri: “Alangkah sabarnya mereka…setiap hari begitu…benar-benar mengherankan!”
Aku belum tahu bahwa di situlah kebahagiaan orang mukmin, dan itulah shalat orang-orang pilihan…Mereka bangkit dari tempat tidumya untuk bermunajat kepada Allah.Setelah menjalani pendidikan militer, aku tumbuh sebagai pemuda yang matang. Tetapi diriku semakin jauh dari Allah. Padahal berbagai nasihat selalu kuterima dan kudengar dari waktu ke waktu.
Setelah tamat dari pendidikan, aku ditugaskan ke kota yang jauh dari kotaku. Perkenalanku dengan teman-teman sekerja membuatku agak ringan menanggung beban sebagai orang terasing.
Di sana, aku tak mendengar lagi suara bacaan Al-Qur’an. Tak ada lagi suara ibu yang membangunkan dan menyuruhku shalat. Aku benar-benar hidup sendirian, jauh dari lingkungan keluarga yang dulu kami nikmati.
Aku ditugaskan mengatur lalu lintas di sebuah jalan tol. Di samping menjaga keamanan jalan, tugasku membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan. 
Pekejaan baruku sungguh menyenangkan. Aku lakukan tugas-tugasku dengan semangat dan dedikasi tinggi. 
Tetapi, hidupku bagai selalu diombang-ambingkan ombak. 
Aku bingung dan sering melamun sendirian…banyak waktu luang…pengetahuanku terbatas.
Aku mulai jenuh…tak ada yang menuntunku di bidang agama. Aku sebatang kara. Hampir tiap hari yang kusaksikan hanya kecelakaan dan orang-orang yang mengadu kecopetan atau bentuk-bentult penganiayaan lain. Aku bosan dengan rutinitas. Sampai suatu hari terjadilah suatu peristiwa yang hingga kini tak pernah kulupakan.
Ketika itu, kami dengan seorang kawan sedang bertugas di sebuah pos jalan. Kami asyik ngobrol…tiba-tiba kami dikagetkan oleh suara benturan yang amat keras. Kami mengalihkan pandangan. Ternyata, sebuah mobil bertabrakan dengan mobil lain yang meluncur dari arah berlawanan. Kami segera berlari menuju tempat kejadian untuk menolong korban.
Kejadian yang sungguh tragis. Kami lihat dua awak salah satu mobil daIam kondisi sangat kritis. Keduanya segera kami keluarkan dari mobil lalu kami bujurkan di tanah.
 Kami cepat-cepat menuju mobil satunya. Ternyata pengemudinya telah tewas dengan amat mengerikan. Kami kembali lagi kepada dua orang yang berada dalam kondisi koma. Temanku menuntun mereka mengucapkan kalimat syahadat.
Ucapkanlah “Laailaaha Illallaah…Laailaaha Illallaah…” perintah temanku.
Tetapi sungguh mengherankan, dari mulutnya malah meluncur lagu-lagu. Keadaan itu membuatku merinding.Temanku tampaknya sudah biasa menghadapi orang-orang yang sekarat…Kembali ia menuntun korban itu membaca syahadat.
Aku diam membisu. Aku tak berkutik dengan pandangan nanar. Seumur hidupku, aku belum pernah menyaksikan orang yang sedang sekarat, apalagi dengan kondisi seperti ini. Temanku terus menuntun keduanya mengulang-ulang bacaan syahadat. Tetapi… keduanya tetap terus saja melantunkan lagu.   
Tak ada gunanya…
Suara lagunya semakin melemah…lemah dan lemah sekali. Orang pertama diam, tak bersuara lagi, disusul orang kedua. Tak ada gerak… keduanya telah meninggal dunia.
Kami segera membawa mereka ke dalam mobil.
Temanku menunduk, ia tak berbicara sepatah pun. Selama pejalanan hanya ada kebisuan, hening. 
Kesunyian pecah ketika temanku memulai bicara. Ia berbicara tentang hakikat kematian dan su’ul khatimah (kesudahan yang buruk). Ia berkata: “Manusia akan mengakhiri hidupnya dengan baik atau buruk. Kesudahan hidup itu biasanya pertanda dari apa yang dilakukan olehnya selama di dunia”. Ia bercerita panjang lebar padaku tentang berbagai kisah yang diriwayatkan dalam buku-buku Islam. Ia juga berbicara bagaimana seseorang akan mengakhiri hidupnya sesuai dengan masa lalunya secara lahir batin.
Perjalanan ke rumah sakit terasa singkat oleh pembicaraan kami tentang kematian. Pembicaraan itu makin sempurna gambarannya tatkala ingat bahwa kami sedang membawa mayat.
Tiba-tiba aku menjadi takut mati. Peristiwa ini benar-benar memberi pelajaran berharga bagiku. Hari itu, aku shalat kusyu’ sekali.
Tetapi perlahan-lahan aku mulai melupakan peristiwa itu.
Aku kembali pada kebiasaanku semula…Aku seperti tak pemah menyaksikan apa yang menimpa dua orang yang tak kukenal beberapa waktu lalu. Tetapi sejak saat itu, aku memang benar-benar menjadi benci kepada yang namanya lagu-lagu. Aku tak mau tenggelam menikmatinya seperti sedia kala. Mungkin itu ada kaitannya dengan lagu yang pemah kudengar dari dua orang yang sedang sekarat dahulu.
* Kejadian Yang Menakjubkan… Selang enam bulan dari peristiwa mengerikan itu…sebuah kejadian menakjubkan kembali terjadi di depan mataku.
Seseorang mengendarai mobilnya dengan pelan, tetapi tiba-tiba mobilnya mogok di sebuah terowongan menuju kota.
Ia turun dari mobilnya untuk mengganti ban yang kempes. Ketika ia berdiri di belakang mobil untuk menurunkan ban serep, tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabraknya dari arah belakang. Lelaki itu pun langsung tersungkur seketika.
Aku dengan seorang kawan, -bukan yang menemaniku pada peristiwa yang pertama- cepat-cepat menuju tempat kejadian. Dia kami bawa dengan mobil dan segera pula kami menghubungi rumah sakit agar langsung mendapatpenanganan.
Dia masih muda, dari tampangnya, ia kelihatan seorang yang ta’at menjalankan perintah agama.
Ketika mengangkatnya ke mobil, kami berdua cukup panik, sehingga tak sempat memperhatikan kalau ia menggumamkan sesuatu. Ketika kami membujurkannya di dalam mobil, kami baru bisa membedakan suara yang keluar dari mulutnya.
Ia melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an…dengan suara amat lemah.
“Subhanallah! ” dalam kondisi kritis seperti , ia masih sempat melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran? Darah mengguyur seluruh pakaiannya; tulang-tulangnya patah, bahkan ia hampir mati.
Dalam kondisi seperti itu, ia terus melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan suaranya yang merdu. Selama hidup aku tak pernah mendengar suara bacaan Al Quran seindah itu. Dalam batin aku bergumam sendirian: “Aku akan menuntun membaca syahadat sebagaimana yang dilakukan oleh temanku terdahulu… apalagi aku Sudah punya pengalaman,” aku meyakinkan diriku sendiri.
Aku dan kawanku seperti kena hipnotis mendengarkan suara bacaan Al-Qur’an yang merdu itu. Sekonyong-konyong tubuhku merinding menjalar dan menyelusup ke setiap rongga.
Tiba-tiba suara itu berhenti. Aku menoleh ke belakang. Kusaksikan dia mengacungkan jari telunjuknya lalu bersyahadat. Kepalanya terkulai, aku melompat ke belakang. Kupegang tangannya, detak jantungnya nafasnya, tidak ada yang terasa. Dia telah meninggal dunia.
Aku lalu memandanginya lekat-lekat, air mataku menetes, kusembunyikan tangisku, takut diketahui kawanku. Kukabarkan kepada kawanku kalau pemuda itu telah  wafat. Kawanku tak kuasa menahan tangisnya. Demikian pula halnya dengan diriku. Aku terus menangis, air mataku deras mengalir. Suasana dalam mobil betul-betul sangat mengharukan.  
Sampai di rumah sakit…
Kepada orang-orang di sanal kami mengabarkan perihal kematian pemuda itu dan peristiwa menjelang kematiannya yang menakjubkan. Banyak orang yang terpengaruh dengan kisah kami, sehingga tak sedikit yang meneteskan air mata. Salah seorang dari mereka, demi mendengar kisahnya, segera menghampiri jenazah dan mencium keningnya.
Semua orang yang hadir memutuskan untuk tidak beranjak sebelum mengetahui secara pasti kapan jenazah akan dishalatkan. Mereka ingin memberi penghormatan terakhir kepada jenazah, semua ingin ikut menyalatinya.
Salah seorang petugas tumah sakit menghubungi rumah almarhum. Kami ikut mengantarkan jenazah hingga ke rumah keluarganya. Salah seorang saudaranya mengisahkan ketika kecelakaan, sebetulnya almarhum hendak menjenguk neneknya di desa. Pekerjaan itu rutin ia lakukan setiap hari Senin. Di sana, almarhum juga menyantuni para janda, anak yatim dan orang-orang miskin. Ketika tejadi kecelakaan, mobilnya penuh dengan beras, gula, buah-buahan dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Ia juga tak lupa membawa buku-buku agama dan kaset-kaset pengajian. Semua itu untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang yang ia santuni. Bahkan ia juga membawa permen untuk dibagi-bagikan kepada anak-anak kecil.
Bila ada yang mengeluhkan-padanya tentang kejenuhan dalam pejalanan, ia menjawab dengan halus. “Justru saya memanfaatkan waktu perjalananku dengan menghafal dan mengulang-ulang bacaan Al-Qur’an, juga dengan mendengarkan kaset-kaset pengajian, aku mengharap ridha Allah pada setiap langkah kaki yang aku ayunkan,” kata almarhum.
Aku ikut menyalati jenazah dan mengantarnya sampai ke kuburan.
Dalam liang lahat yang sempit, almarhum dikebumikan. Wajahnya dihadapkan ke kiblat.
“Dengan nama Allah dan atas ngama Rasulullah”.
Pelan-pelan, kami menimbuninya dengan tanah…Mintalah kepada Allah keteguhan hati saudaramu, sesungguhnya dia akan ditanya…
Almarhum menghadapi hari pertamanya dari hari-hari akhirat…
Dan aku… sungguh seakan-akan sedang menghadapi hari pertamaku di dunia. Aku benar-benar bertaubat dari kebiasaan burukku. Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-dosaku di masa lalu dan meneguhkanku untuk tetap mentaatinya, memberiku kesudahan hidup yang baik (khusnul khatimah) serta menjadikan kuburanku dan kuburan kaum muslimin sebagai taman-taman Surga. Amin…(Azzamul Qaadim, hal 36-42)
Sumber : [“Saudariku Apa yang Menghalangimu Untuk Berhijab”; judul asli Kesudahan yang Berlawanan; Asy Syaikh Abdul Hamid Al-Bilaly; Penerbit : Akafa Press Hal. 48]

Arti Menolong Agama Allah


Artinya : “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa,” (QS. Al Hajj : 40)
Ath Thobari mengatakan bahwa makna dari “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.” Yaitu Allah swt pasti meonolong orang-orang yang berperang di jalan-Nya agar kalimat-Nya tinggi terhadap musuh-musuh-Nya. Maka makna pertolongan Allah kepada hamba-Nya adalah bantuan-Nya kepadanya sedangkan makna pertolongan hamba-Nya kepada Allah adalah jihad orang itu dijalan-Nya untuk meninggikan kalimat-Nya.” (Tafsir At Thobari juz XVII hal 651)
Sedangkan al Qurthubi mengatakan bahwa maknanya adalah orang yang menolong agama dan nabi-Nya. (al Jami’ li Ahkamil Qur’an juz XII hal 386)
وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ مَن يَنصُرُهُ وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ

Artinya : “dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya. Padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al Hadid : 25)
Sayyid Qutb mengatakan bahwa “dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya..” Adalah isyarat untuk berjihad dengan menggunakan senjata. Permasalahan ini diletakkan dalam ayat yang berbicara tentang pengorbanan jiwa dan harta.
Tatkala berbicara tentang “Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa.” Kemudian Allah melanjutkannya dengan menjelaskan makna pertolongan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya adalah menolong manhaj dan da’wah-Nya, adapun Allah swt tidaklah membutuhkan pertolongan dari mereka. “Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa.” (Fii Zhilalil Qur’an juz VI hal 4395)
Ibnu Katsir mengatakan bahwa makna “dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya.” Orang yang menolong Allah swt dan Rasul-Nya dengan memiliki keinginannya membawa senjata. “Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa.” adalah Dia swt menolong orang yang menolong-Nya yang sebetulnya Dia swt tidak membutuhkan pertolongan dari manusia. Adapun disyariatkannya jihad adalah untuk menguji sebagian kalian dari sebagian yang lain.” (Tafsir Ibnu Katsir juz VIII hal 28)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

Artinya : “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad : 7)
Sayyid Qutb mengatakan,”Bagaimana orang-orang beriman menolong Allah sehingga mereka menegakkan persyaratan dan mendapatkan apa yang disyaratkan bagi mereka berupa kemenangan dan diteguhkan kedudukan ?” Beliau melanjutkan,”Sesungguhnya mereka memurnikan Allah dalam hati mereka dan tidak menyekutukan-nya dengan sesuatu baik syirik yang nyata maupun yang tersembunyi serta tidak menyisakan seseorang atau sesuatu pun bersama-Nya didalam dirinya. Dia menjadikan Allah lebih dicintai dari apapun yang dia cintai dan sukai serta meneguhkan hukum-Nya dalam keinginan, aktivitas, diam, saat sembunyi-sembunyi, terang-terangan maupun saat malunya, maka Allah akan menolongnya dalam diri mereka.
Sesungguhnya Allah memiliki syariat dan manhaj kehidupan yang tegak diatas prinsip-prinsip, aturan-aturan, nilai-nilai dan tashawwur khusus bagi seluruh makhluk yang ada maupun bagi kehidupan. Dan pertolongan Allah akan terealisasi dengan menolong syariat dan manhaj-Nya dan berupaya untuk menegakkan hukumnya didalam seluruh kehidupan tanpa kecuali, inilah menolong Allah dalam realita kehidupan.
Mari sebentar kita menengok firman Allah “Dan orang-orang yang berperang di jalan Allah.” serta “jika kamu menolong (agama) Allah”.. Terdapat dua kondisi yaitu kondisi perang dan kondisi menang dan hal itu disyaratkan dilakukan hanya karena Allah dan di jalan Allah, ini adalah syiar yang sudah menjadi aksioma.
Sesungguhnya tidak ada jihad, syahid, dan surga kecuali ketika jihad itu dijalan Allah saja, kematiannya dijalan-Nya saja dan menolong-Nya saja baik didalam jiwa maupun didalam manhaj kehidupan.
Tidak ada jihad, syahid dan surga kecuali jika tujuannya agar kalimat Allah tinggi dan menjadikan syariat dan manhaj-Nya menguasai hati, akhlak, prilaku, kondisi, perundang-undangan dan aturan-aturan mereka.
Dari Abu Musa berkata,”Rasulullah saw pernah ditanya tentang seseorang yang berperang dengan gagah, dan untuk fanatisme kesukuan, karena riya, yang manakah yang disebut berperang dijalan Allah ? Beliau menjawab,”Siapa yang berperang agar kalimat Allah tinggi maka dialah orang yang berperang dijalan Allah.”
Sedangkan makna “, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” Maksudnya adalah diteguhkan dalam kemenangan dan berbagai pembiayaannya.. karena kemenangan bukanlah akhir peperangan antara kufur dengan iman, antara batil dan hak, dan untuk menang memerlukan pembiayaan dalam setiap jiwa maupun dalam realita kehidupan. Untuk menang memerlukan pembiayaan yaitu tidak sombong dan tidak menganggap remeh. Banyak jiwa mampu tetap teguh terhadap suatu ujian dan cobaan namun sedikit yang tetap teguh terhadap kemenangan dan kenikmatan. Keshalehan dan keteguhan hati diatas kebenaran setelah kemenangan merupakan derajat lain dibalik kemenangan dan barangkali inilah yang ditunjukkan oleh ungkapan yang ada didalam Al Qyr’an. (Fii Zhilali Qur’an juz VI hal 3288 – 3289)
Apa yang disampaikan oleh para mufasir tentang makna kemenangan diatas menjelaskan kepada kita bahwa Allah swt berjanji untuk senantiasa menolong orang-orang yang menolong-Nya.
Sesungguhnyta Allah tidaklah membutuhkan pertolongan sedikitpun dari hamba maupun makhluk-Nya karena Dia adalah Yang maha Kuat lagi Maha Perkasa. Namun Allah swt ingin menguji diantara hamba-hamba-Nya mana yang memang layak untuk mendapatkan pertolongan dari-Nya.
Adapun pertolongan yang Allah inginkan terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman adalah :
1. Menolong Rasul-Nya dalam menyebarkan dan meneguhkan agama dan risalah yang dibawanya ditengah-tengah manusia sehingga ia berada diatas seluruh agama yang ada di muka bumi ini.
2. Menolong agamanya dengan berupaya menerapkan syariat dan manhaj-Nya sehingga menguasai dunia dan mewarnai seluruh sendi-sendinya dengan nilai-nilai kebaikan yang ada didalamnya mengalahkan berbagai nilai-nilai jahiliyah yang rendah.
Dan kedua hal tersebut hanya bisa dilakukan dengan cara berjihad di jalan Allah swt mulai dari yang terendah hingga yang tertinggi yaitu berperang di jalan Allah, sebagaimana maksud dari kata tersebut yang ada didalam ayat-ayat Al Qur’an. Dan jihad yang Allah inginkan bukanlah yang dilakukan hanya semata-mata untuk menampilkan kegagahan, keberanian yang ada dalam diri seseorang saat berjihad, atau bukan pula yang dilakukan semata-mata karena fanatisme kedaerahan, kebangsaan atau kelompoknya atau bukan juga karena ingin mendapat pujian dan sanjungan seseorang. Untuk itu ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang yang berjihad di jalan Allah, yaitu :
1. Ikhlas karena Allah swt
Hadits Abu Musa diatas menjelaskan pentingnya keikhlasan dalam berjihad di jalan Allah sehingga apa yang telah dikorbankan dan dikeluarkan selama persiapan hingga saat berjihadnya tidaklah menjadi sia-sia dikarenakan ketidak-ikhlasannya dalam melakukan hal-hal tersebut.
Bukankah Rasulullah saw telah bersabda,”Sesungguhnya Amal perbuatan seseorang tergantung dari niatnya.” (HR. Bukhori Muslim)
2. Mencintai Allah diatas dari yang lainnya.
Sulit bagi seseorang keluar dari rumah dan meninggalkan keluarga serta apa yang dimilikinya untuk berjihad dijalan Allah ketika hatinya masih terpaut kuat dengan itu semua. Kecintaan seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya lah yang menjadikan dia rela mengorbankan apa saja yang dimilikinya dengan hanya mengharap ridho dan surga dari-Nya.
3. Menggunakan persenjataan.
Diantara yang disyariatkan dalam setiap amal perbuatan adalah ikhtiyar (usaha) manusia, begitu pula dalam berjihad dijalan Allah. Meskipun Allah swt Maha Kuasa atas segala sesuatunya, termasuk memenangkan perjuangan hamba-hamba-Nya yang beriman namun Allah ingin melihat usaha yang dilakukan mereka untuk memenuhi persyaratan-persyaratan dalam mendapatkan kemenangan tersebut. Dan diantara usaha yang harus dilakukannya adalah mempersiapkan persenjataan untuk menghadapi kekuatan musuh,
Demikianlah yang bisa disimpulkan dari beberapa ayat diatas yang berbicara tentang pertolongan Allah kepada kaum mukminin.
Adapun pertanyaan kedua tentang HAMAS dan perjuangan di Palestina, telah saya sampaikan dalam rubrik ini dengan judul “Manhaj dan Aqidah HAMAS”.
Wallahu A’lam

HUKUM BERDAKWAH KEPADA ALLAH

Apabila seseorang berada di atas bashirah (pengetahuan yang benar dan jelas) terhadap apa yang ia akan dakwahkan, maka tidak ada perbedaan antara seorang alim yang besar dan dihormati atau seorang penuntut ilmu yang tekun atau seorang awam. Namun ia harus mengetahui masalah (yang ia dakwahkan) dengan ilmu yang meyakinkan. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat” [1]

Dan seorang da’i tidak dipersyaratkan harus sampai pada derajat/kadar yang tinggi dalam hal ilmu. Akan tetapi dipersyaratkan ia harus mengetahui apa yang dia dakwahkan. Adapun jika ia menjalankan dakwah atas dasar kebodohan dan perasaan yang ia miliki, maka hal ini tidak boleh.

Oleh karena itu kita sering menemukan saudara-saudara kita yang menyeru ke jalan Allah namun tidak memiliki ilmu kecuali sedikit ; kita akan menemukan mereka karena semangat yang sangat kuat lalu mengaharamkan apa yang tidak diharamkan oleh Allah dan mewajibkan apa yang tidak diwajibkan oleh Allah atas hamba-hambaNya. Dan ini adalah perkara yang sangat berbahaya, karena mengharamkan apa yang dihalalkan Allah adalah sama dengan menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah. Maka jika mereka mengingkari orang lain yang menghalalkan apa yang diharamkan Allah maka yang lainpun akan mengingkari perngharaman mereka terhadap apa yang dihalalkan Allah, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta ‘Ini halal dan ini haram’, untuk mengada-ngadakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit, dan bagi mereka adzab yang pedih” [An-Nahl : 116-117]

Adapun seorang awam maka ia tidak boleh berdakwah sementara ia tidak mengetahui (apa yang akan ia dakwahkan). Maka yang pertama kali harus (dipenuhi) adalah ilmu, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

“Artinya : Katakanlah : Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik” [Yusuf : 108]

Maka ia harus berdakwah ke jalan Allah dengan landasan ilmu yang jelas (bashirah). Namun (dalam) perkara mungkar yang telah jelas atau perkara ma’ruf yang telah jelas, maka ia dapat memerintahkannya jika hal itu sesuatu yang ma’ruf, dan ia dapat melarangnya jika hal itu adalah suatu kemungkaran.

Adapun dakwah maka ia harus didahului dengan ilmu, karena siapa yang berdakwah tanpa ilmu maka ia akan lebih banyak merusak daripada memperbaiki, sebagaimana yang telah nampak. Maka menjadi kewajiban setiap insan untuk belajar terlebih dahulu lalu selanjutnya berdakwah.

Adapun pada perkara-perkara mungkar yang telah jelas atau pada perkara-perkara ma’ruf yang telah jelas, maka (orang awam itu) dapat melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar di dalamnya.

[Disalin dari kitab Ash-Shahwah Al-Islamiyah Dhawabith wa Taujihat, edisi Indonesia Panduan Kebangkitan Islam, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Darul Haq]
_________
Foote Note
[1]. [Potongan dari hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 3461 dari hadits Abdullah Ibn Umar Radhiyallahu ‘anhuma