Sifat-Sifat Serta Ciri-Ciri Golongan Penghuni Syurga Atau Ahlul Jannah Tanpa Hisab Dan Adzab, Meminta Kay, Ruqyah Dan Tathayyur Adalah Penghalang Menjadi Ahlul Jannah


Diantara rahmat Alloh Subhanahu wa Ta’ala telahmemberikan petunjuk kepada manusia tentang jalan yang dapat mengantarkan ke dalam al janah tanpa hisab dan adzab. Jalan tersebut telah dijelaskan oleh Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam dalam haditsnya, yang artinya: Akan masuk al jannah dari umatku tujuh puluh ribu tanpa hisab dan adzab (dalam riwayat lain; wajah-wajah mereka bercahaya bagaikan cahaya rembulan di bulan purnama). Kemudian Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam berdiri dan masuk ke dalam rumah. Sementara para shahabat Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam menduga-duga siapakah golongan mereka itu. Diantara para shahabat ada yang menduga, Semoga mereka adalah orang-orang yang menjadi shahabatnya, yang lainnya mengira; “Semoga mereka adalah orang-orang yang lahir dalam keadaan Islam dan tidak pernah berbuatkesyirikan, dan perkiraan-perkiraan yang lainnya.
Kemudian Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam keluar dari rumahnya dan mengkhabarkan sifat golongan yang bakal menjadi penghuni al jannah tanpa hisab dan adzab. Beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, yang artinya: Mereka itu adalah orang-orang yang tidak meminta kay (praktek pengobatan dengan menempelkan besi panas atau semisalnya pada bagian tubuh yang sakit), tidak meminta ruqyah, dan tidak pula berfirasat sial (dengan sebab melihat sesuatu yang disangka ganjil seperti burung dan semisalnya), serta mereka bertawakkal penuh kepada Rabb mereka. Kemudian Ukasyah bin Mihshan berdiri seraya berkata:(Wahai Rasululloh) berdoalah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala supaya aku termasuk golongan mereka. Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam  bersabda: Engkau termasuk dalam golongan tersebut. (HR: Al Bukhari no. 5752 dan Muslim no. 374)
Dalam riwayat Al Imam Ahmad 2/359 dan lainnya, Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, yang artinya: Maka aku meminta tambahan dari Rabb-ku, sehingga Alloh menambah dalam setiap seribu orang bersama tujuh puluh ribu orang. (Lihat Ash Shahihah no. 1486)
Dalam riwayat di atas menunjukkan luasnya rahmat Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Karena Alloh telah menambah dalam setiap seribu orang bersama tujuh puluh ribu orang. Demikian pula Alloh tidak mengkhususkan yang berhak meraih keutamaan tersebut hanya bagi para shahabat Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam atau orang yang yang lahir dalam keadaan Islam dan tidak pernah berbuat kesyirikan sebagaimana yang dikira para shahabat Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam. Namun Alloh Subhanahu wa Ta’ala membuka lebar-lebar pintu rahmat kepada siapa yang berupaya menghiasi dirinya dengan sifat-sifat tersebut dia lah yang berhak meraih al jannah tanpa hisab dan tanpa adzab. Semoga Alloh Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita termasuk golongan mereka.
Pertama: Tidak Meminta Kay, Kay adalah praktek pengobatan dengan cara menempelkan besi atau semisalnya yang telah dipanaskan pada bagian tubuh yang sakit.
Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, yang artinya: Penyembuhan itu dengan tiga hal: minum madu, berbekam, dan kay, tetapi aku melarang umatku dari pengobatan kay. (Dalam riwayat lain; Dan aku tidak mencintai pengobatan dengan kay) (HR: Al Bukhari no. 5680)
Hadits-hadits di atas menunjukkan hukum pengobatan dengan kay adalah boleh tapi makruh (dibenci), sehingga yang lebih utama adalah ditinggalkan. Karena Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam mencintai umatnya untuk meniggalkan pengobatan dengan cara kay. Terlebih lagi berobat dengan kay bisa menjadi penghalang untuk masuk ke dalam Al Jannah tanpa hisab dan adzab.
Kedua: Tidak Meminta Ruqyah, Ruqyah adalah praktek pengobatan dengan membacakan ayat-ayat Al Quran atau nama-nama dan sifat-sifatNya kepada si penderita. Karena seluruh ayat-ayat Al Quran itu sebagai obat hati dan jasmani. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: Dan Kami menurunkan Al Qur’an itu sebagai obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS: Al Isra: 82)
Namun yang menjadi penghalang untuk masuk bagian dari golongan penghuni al jannah tanpa hisab dan adzab ini khusus bagi orang yang meminta ruqyah bukan yang meruqyah dirinya sendiri ataupun orang lain yang meruqyahnya tanpa ada unsur permintaan darinya. Adapun kalau dia sendiri meruqyah itu memang perkara yang lebih utama, karena dia telah bertawakkal penuh kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan menjauhkan dirinya dari bergantung kepada selain Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Demikian pula orang lain yang meruqyah tanpa unsur permintaan dari si penderita itu pun tidak mengapa. Karena konteks hadits itu adalah yang bermakna “Tidak Meminta Ruqyah”.
Sesungguhnya malaikat Jibril pernah datang kepada Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam lalu berkata, yang artinya: Wahai Muhammad, apakah engkau sedang sakit? Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: Ya. Kemudian malaikat Jibril meruqyahnya tanpa permintaan dari Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam. (HR: Muslim no. 2186)
Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam juga pernah ditanya tentang meruqyah, maka beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, yang artinya: Barangsiapa diantara kalian yang dapat memberikan manfaat bagi saudaranya, maka lakukanlah. (HR:  Muslim no. 2199)
Ketiga:  Tidak Bertathayyur, Tathayyur adalah sikap berprasangka sial yang disandarkan kepada sesuatu yang dilihat atau pun yang didengar. Misalnya, kebiasaan orang Arab terdahulu bila hendak safar (berpergian) melihat arah terbangnya burung. Bila terbang ke arah kanan maka safar akan dilakukan, sebaliknya bila terbang ke arah kiri menujukkan kesialan maka safar dibatalkan. Begitu pula ada sebagian orang yang menganggap sial atau pertanda akanada musibah bila mendengar suara burung gagak di malam hari atau bila melihat cecak jatuh. Diantara waktu-waktu, hari-hari, atau bulan-bulan pun ada yang dianggap sial untuk diselengarakan acara-acara tertentu. Dan sebagainya dari tanda-tanda yang dianggap sial yang tersebar dimasyarakat kita.
Tathayyur ini merupakan perbuatan terlarang. Karena telah menyandarkan kesialan kepada sesuatu yang sama sekali tidak ada hubungannya secara logis dan sebab musababnya. Termasuk aqidah kaum muslimin beriman kepada taqdir Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Bahwa segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini tarjadi atas kehendak Alloh Subhanahu wa Ta’ala semata. Bila Alloh Subhanahu wa Ta’ala menghendaki sesuatu pasti akan terjadi, dan sebaliknya bila Alloh Subhanahu wa Ta’ala tidak menghendaki sesuatu pasti tidak akan terjadi. Sehingga orang yang bertathayyur itu telahmengurangi nilai tawakkalnya kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala karena ia menyangka bahwa ada selain Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang bisa mendatangkan kesialan.
Padahal Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu merupakan taqdir Alloh, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya. (QS: Al Araf: 131)
Keempat: Bertawakal Kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala Bahwa sifat yang keempat ini merupakan buah dari tiga sifat sebelumnya. Maksudnya, dengan meninggalkan pengobatan kay, meninggalkan untuk meminta ruqyah dan meninggalkan tathayyur menunjukkan kemurnian tawakkal seseorang kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Karena seseorang tersebut telah melepas dari segala ikatan ikatan ketergantungan kepada sesuatu selain Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan menyandarkan nasib dan hasilnya itu hanya kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga barangsiapa yang benar-benar bertawakkal kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala, niscaya Alloh Subhanahu wa Ta’ala sebagai pencukupnya di dunia dan di akhirat kelak nanti akan digolongkan sebagai pewaris Al Jannah tanpa hisab dan tanpa adzab. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: Barangsiapa yang bertawakkal kepada Alloh, maka Dia sebagai pencukup baginya. (QS: Ath Thalaq: 3)
Perlu kita pahami disini, bukan berarti Islam melarang untuk berobat. Sesungguhnya sifat penghuni Al Jannah tanpa hisab dan adzab itu karena mereka meninggalkan pengobatan yang dibenci (makruh) disaat sangat membutuhkannya dengan mencukupkan dirinya untuk bertawakkal hanya kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Adapun berobat dengan sesuatu yang tidak dilarang maka tidak mengurangi tawakkal kita kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Ada seseorang yang bertanya kepada Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam: Wahai Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bolehkah aku berobat? Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam seraya menjawab: Tentu, wahai hamba Alloh berobatlah kalian. Karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala tidak menciptakan penyakit melainkan pasti diciptakan pula obatnya, kecuali satu penyakit. Kemudian para shahabat bertanya: Apa itu (Wahai Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam) Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: Penyakit pikun (karena ketuaan). (HR: Ahmad, dishahihkan Asy Syaikh Al Albani dalam Ghayatul Maram hal. 147).
Semoga kita termasuk sebagai hamba Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang berkesempatan dan diberikan hidayah serta kekuatan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala; untuk menjadi Penghuni-Penghuni Al Jannah Tanpa Hisab dan Adzab. Allohumma Amin..

Dzikir Pagi dan Petang Sesuai Tuntunan Rasulullah Serta Keutamaannya


Sangat banyak ayat ataupun hadits yang menerangkan keutamaan berdzikir kepada Allah. Bahkan Allah dan Rasul-Nya telah memerintahkan dan menganjurkan kepada kita agar senantiasa berdzikir dan mengingat-Nya (lihat edisi 29/III tentang dzikir-dzikir setelah shalat wajib). Jangan sampai harta, anak-anak ataupun kegiatan duniawi melalaikan kita dari berdzikir kepada Allah.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلاَ أَوْلاَدُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (Al-Munaafiquun:9)
Sangat banyak ayat ataupun hadits yang menerangkan keutamaan berdzikir kepada Allah. Bahkan Allah dan Rasul-Nya telah memerintahkan dan menganjurkan kepada kita agar senantiasa berdzikir dan mengingat-Nya (lihat edisi 29/III tentang dzikir-dzikir setelah shalat wajib). Jangan sampai harta, anak-anak ataupun kegiatan duniawi melalaikan kita dari berdzikir kepada Allah.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلاَ أَوْلاَدُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (Al-Munaafiquun:9)
Di antara dzikir-dzikir yang disunnahkan untuk dibaca dan diamalkan adalah dzikir pagi dan sore. Dzikir pagi dilakukan setelah shalat shubuh sampai terbit matahari atau sampai matahari meninggi saat waktu dhuha, kira-kira jam tujuh atau jam delapan. Adapun dzikir sore dilakukan setelah shalat ‘ashar sampai terbenam matahari atau sampai menjelang waktu ‘isya.
Banyak sekali keutamaan dzikir pagi dan sore sebagaimana yang dijelaskan di dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun bacaannya dan penjelasan tentang keutamaannya adalah sebagai berikut:
1. Membaca:
الْحَمْدُ لِلَّهِ وَحْدَهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مَنْ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ
Dibaca sekali ketika pagi dan sore. Dari Anas yang dia memarfu’kannya (sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), “Sungguh aku duduk bersama suatu kaum yang berdzikir kepada Allah setelah shalat shubuh sampai terbitnya matahari lebih aku sukai daripada membebaskan/memerdekakan empat orang dari keturunan Nabi Isma’il (bangsa ‘Arab). Dan sungguh aku duduk bersama suatu kaum yang berdzikir kepada Allah setelah shalat ‘ashar sampai terbenamnya matahari lebih aku sukai daripada membebaskan empat orang (budak).” (HR. Abu Dawud no.3667 dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy dalam Shahih Abu Dawud 2/698)
2. Membaca ayat kursi (Al-Baqarah:255)
Dibaca sekali ketika pagi dan sore. “Barangsiapa membacanya di pagi hari maka akan dilindungi dari (gangguan) jin sampai sore, dan barangsiapa yang membacanya di sore hari maka akan dilindungi dari gangguan mereka (jin).” (HR. Al-Hakim 1/562 dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albaniy dalam Shahih At-Targhiib wat Tarhiib 1/273)
3. Membaca surat Al-Ikhlaash, Al-Falaq dan An-Naas.
Dibaca 3x ketika pagi dan sore. “Barangsiapa yang membacanya tiga kali ketika pagi dan ketika sore maka dia akan dicukupi dari segala sesuatu.” (HR. Abu Dawud 4/322, At-Tirmidziy 5/567, lihat Shahih At-Tirmidziy 3/182)
4. Membaca:
أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ لِلَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهُ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ وَسُوْءِ الْكِبَرِ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ وَعَذَابٍ فِي الْقَبْرِ
Jika sore hari membaca:
أَمْسَيْنَا وَأَمْسَى الْمُلْكُ لِلَّهِ … رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِيْ هَذِهِ اللَّيْلَةِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهَا وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِيْ هَذِهِ اللَّيْلَةِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهَا …
Dibaca sekali. (HR. Muslim 4/2088 no.2723 dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)
5. Membaca:
اللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا وَبِكَ أَمْسَيْنَا وَبِكَ نَحْيَا وَبِكَ نَمُوْتُ وَإِلَيْكَ النُّشُوْرُ
Jika sore hari membaca:
اللَّهُمَّ بِكَ أَمْسَيْنَا وَبِكَ أَصْبَحْنَا وَبِكَ نَحْيَا وَبِكَ نَمُوْتُ وَإِلَيْكَ الْمَصِيْرُ
Dibaca sekali. (HR. At-Tirmidziy 5/466, lihat Shahih At-Tirmidziy 3/142)
6. Membaca:
اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ
Dibaca sekali ketika pagi dan sore. “Barangsiapa yang mengucapkannya dalam keadaan yakin dengannya ketika sore hari lalu meninggal di malam harinya, niscaya dia akan masuk surga. Dan demikian juga apabila di pagi hari.” (HR. Al-Bukhariy 7/150)
7. Membaca:
اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَدَنِيْ، اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ سَمْعِيْ، اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَصَرِيْ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ. اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ
Dibaca 3x ketika pagi dan sore. (HR. Abu Dawud 4/324, Ahmad 5/42, An-Nasa`iy di dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no.22 dan Ibnus Sunniy no.69, serta Al-Bukhariy di dalam Al-Adabul Mufrad dan dihasankan sanadnya oleh Asy-Syaikh Ibnu Baz di dalam Tuhfatul Akhyaar hal.26)
8. Membaca:
اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، اللَّهُمَّ إِنَّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِيْ دِيْنِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ، اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِيْ، وَآمِنْ رَوْعَاتِيْ، اللَّهُمَّ احْفَظْنِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِيْ، وَعَنْ يَمِيْنِيْ، وَعَنْ شِمَالِيْ، وَمِنْ فَوْقِيْ، وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِيْ
Dibaca sekali ketika pagi dan sore. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, lihat Shahih Ibnu Majah 2/332)
9. Membaca:
اللَّهُمَّ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَاطِرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ، رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيْكَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِيْ، وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ، وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِيْ سُوْءًا، أَوْ أَجُرَّهُ إِلَى مُسْلِمٍ
Dibaca sekali ketika pagi dan sore. (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidziy, lihat Shahih At-Tirmidziy 3/142)
10. Membaca:
بِسْمِ اللهِ الَّذِيْ لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Dibaca 3x ketika pagi dan sore. “Barangsiapa yang mengucapkannya tiga kali ketika pagi dan tiga kali ketika sore, tidak akan membahayakannya sesuatu apapun.” (HR. Abu Dawud 4/323, At-Tirmidziy 5/465, Ibnu Majah dan Ahmad, lihat Shahih Ibnu Majah 2/332)
11. Membaca:
رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا، وَبِالْإِسْلاَمِ دِيْنًا، وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا
Dibaca 3x ketika pagi dan sore. “Barangsiapa yang mengucapkannya tiga kali ketika pagi dan ketika sore maka ada hak atas Allah untuk meridhainya pada hari kiamat.”
Boleh juga membaca:
… وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا وَرَسُوْلاً
(HR. Ahmad 4/337, An-Nasa`iy di dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no.4 dan Ibnus Sunniy no.68, Abu Dawud 4/418, At-Tirmidziy 5/465 dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Ibnu Baz di dalam Tuhfatul Akhyaar hal.39)
12. Membaca:
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، أَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ
Dibaca sekali ketika pagi dan sore. (HR. Al-Hakim dan beliau menshahihkannya serta disepakati oleh Adz-Dzahabiy 1/545, lihat Shahih At-Targhiib wat Tarhiib 1/273)
13. Membaca:
أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ الإِسْلاَمِ وَعَلَى كَلِمَةِ الإِخْلاَصِ، وَعَلَى دِيْنِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى مِلَّةِ أَبِيْنَا إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
Jika sore hari membaca:
أَمْسَيْنَا عَلَى فِطْرَةِ الإِسْلاَمِ …
Dibaca sekali. (HR. Ahmad 3/406, 407, Ibnus Sunniy di dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no.34, lihat Shahiihul Jaami’ 4/209)
14. Membaca:
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ
Dibaca 100x ketika pagi dan sore. “Barangsiapa yang membacanya seratus kali ketika pagi dan sore maka tidak ada seorang pun yang datang pada hari kiamat yang lebih utama daripada apa yang dia bawa kecuali seseorang yang membaca seperti apa yang dia baca atau yang lebih banyak lagi.” (HR. Muslim 4/2071)
15. Membaca:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Dibaca 10x. (HR. An-Nasa`iy di dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no.24, lihat Shahih At-Targhiib wat Tarhiib 1/272)
Atau dibaca sekali ketika malas/sedang tidak bersemangat. (HR. Abu Dawud 4/319, Ibnu Majah, Ahmad 4/60, lihat Shahih Abu Dawud 3/957 dan Shahih Ibnu Majah 2/331)
16. Membaca:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Dibaca 100x ketika pagi. “Barangsiapa yang membacanya seratus kali dalam sehari maka (pahalanya) seperti membebaskan sepuluh budak, ditulis untuknya seratus kebaikan, dihapus darinya seratus kesalahan, dan dia akan mendapat perlindungan dari (godaan) syaithan pada hari itu sampai sore, dan tidak ada seorang pun yang lebih utama daripada apa yang dia bawa kecuali seseorang yang mengamalkan lebih banyak dari itu.” (HR. Al-Bukhariy 4/95 dan Muslim 4/2071)
17. Membaca:
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ: عَدَدَ خَلْقِهِ، وَرِضَا نَفْسِهِ، وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ
Dibaca 3x ketika pagi. (HR. Muslim 4/2090)
18. Membaca:
اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
Dibaca sekali ketika pagi. (HR. Ibnus Sunniy di dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no.54, Ibnu Majah no.925 dan dihasankan sanadnya oleh ‘Abdul Qadir dan Syu’aib Al-Arna`uth di dalam tahqiq Zaadul Ma’aad 2/375)
19. Membaca:
أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ
Dibaca 100x dalam sehari. (HR. Al-Bukhariy bersama Fathul Baari 11/101 dan Muslim 4/2075)
20. Membaca:
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
Dibaca 3x ketika sore. “Barangsiapa yang mengucapkannya ketika sore tiga kali maka tidak akan membahayakannya panasnya malam itu.” (HR. Ahmad 2/290, lihat Shahih At-Tirmidziy 3/187 dan Shahih Ibnu Majah 2/266)
21. Membaca:
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
Dibaca 10x ketika pagi dan sore. “Barangsiapa yang membaca shalawat kepadaku ketika pagi sepuluh kali dan ketika sore sepuluh kali maka dia akan mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat.” (HR. Ath-Thabraniy dengan dua sanad, salah satu sanadnya jayyid, lihat Majma’uz Zawaa`id 10/120 dan Shahih At-Targhiib wat Tarhiib 1/273)
Inilah di antara dzikir-dzikir yang disunnahkan dibaca ketika pagi dan sore. Ada juga bacaan yang lainnya akan tetapi kebanyakan sanadnya dha’if sebagaimana yang dijelaskan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy dan Asy-Syaikh Salim Al-Hilaliy. Walaupun tidak menutup kemungkinan sebagiannya ada yang shahih.
Lafazh-lafazh dzikir ini belum diterjemahkan mengingat terbatasnya tempat. Bagi yang ingin melihat terjemahan dan keterangannya bisa dilihat dalam “Perisai Seorang Muslim: Doa dan Dzikir dari Al-Qur`an dan As-Sunnah“.
Keutamaan Shalat Isyraaq
Dengan membaca dzikir-dzikir tersebut kita bisa mengamalkan sunnah yang lainnya yaitu shalat isyraaq (shalat ketika telah terbitnya matahari sekitar 15-20 menit). Hal ini dijelaskan dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى الْفَجْرَ فِيْ جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللهَ تَعَالَى حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، كَانَتْ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ، تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
Barangsiapa yang shalat shubuh dengan berjama’ah kemudian dia berdzikir kepada Allah Ta’ala sampai terbitnya matahari lalu dia shalat dua raka’at, maka pahalanya seperti pahala berhaji dan ‘umrah, sempurna, sempurna, sempurna.” (HR. At-Tirmidziy no.591 dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy di dalam Shahih Sunan At-Tirmidziy no.480, Al-Misykat no.971 dan Shahih At-Targhiib no.468, lihat juga Shahih Kitab Al-Adzkaar 1/213 karya Asy-Syaikh Salim Al-Hilaliy)
Betapa besarnya keutamaan amalan tersebut! Selayaknya bagi kita untuk melaksanakannya semaksimal mungkin. Jangan sampai terlewat pahala yang begitu besar ini. Jangan sampai waktu kita terbuang untuk ngobrol kesana kemari yang sifatnya mubah sehingga hilanglah kesempatan mendapatkan pahala yang besar ini. Konsentrasikanlah setelah shalat shubuh dengan dzikir. Dzikir setelah shalat subuh dilanjutkan dengan dzikir pagi sampai selesai. Kemudian membaca Al-Qur`an atau muraja’ah hafalan sampai terbit matahari sekitar 15-20 menit. Setelah itu kita shalat dua raka’at yang diistilahkan dengan shalat isyraaq (jangan shalat ketika tepat matahari terbit, karena hal ini dilarang di dalam syari’at).
Janganlah waktu ini disibukkkan dengan urusan lain yang kurang penting. Kecuali amalan lain yang mempunyai keutamaan yang besar seperti ta’lim atau urusan lainnya yang sifatnya sangat urgen dan mendesak. Mudahan-mudahan kita mendapatkan pahala yang besar ini sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits tersebut. Aamiin. Wallaahu A’lam.
Maraaji’: Hishnul Muslim karya Asy-Syaikh Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qahthaniy, Shahih Kitab Al-Adzkar wa Dha’ifuhu, Syarh Riyadhush Shalihin bab Adz-Dzikr ‘indash Shabah wal Masa`, dan Al-Kalimuth Thayyib karya Ibnu Taimiyah.
Dikutip dari: http://fdawj.co.nr Penulis: Buletin Dakwah Al Wala’ Wal Bara’ , Judul: Keutamaan Dzikir Pagi & Sore